Lebih sulit jadi anak ketimbang jadi orang tua

 


Obrolan bersama  pagi itu membuat orang tuaku sedikit bingung dan menghentikan pembicaraan. Bagaimana tidak, argumen yang dibangun oleh bapak yang membicarakan tentang jerih payah orang tua dalam membesarkan anak tiba-tiba saya patahkan hanya dengan beberapa kata " Menurut kulo, lebih sulit jadi anak timbang jadi orang tua", bukan berarti  ingin menyakiti hati beliau tapi lebih ke pemahaman secara menyeluruh.

Diusiaku yang menginjak ke 32, selain menjadi orang tua saya juga berperan sebagai anak dalam waktu yang bersamaan.

 Dalam membesarkan anak, saya tidak pernah merasa berat meskipun harus banting tulang demi mencukupi kebutuhan keluarga, begitu pula dengan istri dia tidak pernah berkata lelah meski harus tidak tidur semalaman ketika sikecil sakit dan masih banyak yang lainnya, mungkin jika dijabarkan jerih payah orang tua dalam membesarkan anak tidak akan selesai meskipun halaman ini habis, namun satu hal yang membuat semuanya terasa mudah, yakni "ikhlas".

Orang tua tidak akan meminta kembali biaya dalam membesarkan anak karena mereka punya rasa " Ikhlas".

Orang tua tidak akan meminta kembali tenaga yang dikeluarkan dalam membesarkan anak karena mereka punya rasa "ikhlas".

Orang tua tidak akan meminta kembali pemikiran yang dicurahkan dalam membesarkan anak karena mereka punya rasa " Ikhlas". Dan itu dialami oleh sebagian besar orang tua termasuk saya.

"Ikhlas" ini  yang menjadi pembeda antara pengorbanan orang tua ke anak , dengan pengorbanan anak ke orang tua. 

Maka dari itu banyak orang memilih memposisikan dirinya sebagai orang tua dari pada jadi anak. 

Coba perhatikan bersama, bagaimana kebanyakan  orang berdoa, apakah seperti ini " Ya allah semoga anak-anakku menjadi anak yang sholeh/sholihah, berbakti pada orang tua" Atau " Ya allah jadikan aku anak yang sholeh/sholihah, berbakti pada orang tua" .

Saya kira jika kita sudah berkeluarga semua berharap punya anak yang sholih/sholihah, berbakti kepada orang tua, kita hanya berharap mendapat manfaat dari anak, bukannya (kita sebagai anak) memberi manfaat kepada orang tua. 

Itu yang saya maksud lebih sulit jadi anak dari pada jadi orang tua.


Pertanyakan pada dirimu sendiri sebagai anak, apa yang sudah kau baktikan kepada orang tua? Bagaimana tutur katamu kepada mereka? Bagaimana lakumu kepada mereka?

Bagaimana bisa kita menuntut anak untuk berbakti kepada kita sedangkan kita sendiri sebagai anak tidak memberikannya contoh?

Jika semua orang memposisikan diri sebagai anak yang mengabdikan diri kepada orang tua, saya kira tidak perlu lagi ada doa meminta anak yang sholih/sholihah, karena secara otomatis dia akan meniru lakumu. 

 

Bukannya Ridha Allah ada pada Ridha kedua orang tua? dan murka Allah ada pada murka kedua orang tua? 

Sudahkah orang tua meridhaimu? Pertanyakan pada dirimu sendiri (sebagai anak). irw




 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Galon kusam dan mimpi besar Toko cak irwan

Wong tuo ikut Njaran, sesuai permintaan Dinas Pendidikan Kab Jombang

Cerita Girilya para pejuang dikecamatan Ngoro yang libatkan petugas pengatur air